Judul novel : Sebelas Patriot
Penulis : Andrea Hirata
Penerbit : Bentang Pustaka
Cetakan : Juni 2011
Tebal : 101 halaman
Resensi:
Kembali kita
disuguhi oleh kisah seorang anak berambut ikal dengan nama Ikal juga,
yang berasal dari sebuah pulau kecil di bagian selatan Pulau Sumatera,
Belitong. Pulau yang sekitar 5 tahun lalu mungkin belum pernah terdengar
namanya, namun saat ini menjadi salah satu tujuan wisata “terpanas” di
Republik ini berkat tetralogi “Laskar Pelangi” oleh penulis yang sama.
Kali
ini Ikal mengungkap sisi lain dari kehidupannya, yakni kecintaannya
terhadap sepakbola. Di tetralogi Laskar Pelangi, kecintaannya terhadap
sepakbola nyaris tidak pernah disinggung. Dia – Si Ikal maksudnya –
malah “mengaku” begitu mencintai bulutangkis. Namun di novel yang
tergolong tipis untuk ukuran Andrea Hirata ini, diungkap tuntas
kecintaan Ikal terhadap sepakbola, sebelum akhirnya rasa cinta yang
berbuah keinginan besar untuk menjadi pemain PSSI itu kandas dan hal
inilah yang membuatnya “ke lain hati” menjadi mencintai bulutangkis.
Ternyata
kecintaannya terhadap sepakbola ini bukan tanpa sebab. Berawal dari
sebuah foto yang terlarang baginya untuk dilihat, apalagi ditanya, Ikal
secara tidak sengaja, atau lebih tepatnya sembunyi-sembunyi, menemukan
sejarah bahwa ayahnya yang amat sangat dicintai dan dikaguminya itu
pernah menjadi salah seorang pahlawan sepakbola di kampungnya ketika
jaman penjajahan Belanda, yang membuat ayahnya tersebut harus mengalami
kehancuran tempurung lutut kiri akibat siksaan Belanda yang tidak senang
kesebelasan kumpeni dikalahkan kesebelasan jajahan dengan gol semata wayang ayahnya ini.
Mengetahui
begitu besar peran ayahnya pada masa itu, Ikal bertekad untuk
meneruskan jejak ayahnya sebagai pahlawan sepakbola, dan dengan semangat
yang membuncah-buncah, berkali-kali mencoba menjadi pemain sepakbola
junior PSSI, namun selalu gagal. Rasa sedih, kecewa, dan merasa bersalah
pada ayahnya, sangat memukul jiwa Ikal. Namun kata-kata motivasi dari
ayahnya membuatnya kembali bangkit, “Prestasi tertinggi seseorang,
medali emasnya, adalah jiwa besarnya.” Sungguh kalimat motivasi terhebat
yang pernah keluar dari seorang ayah yang sangat pendiam dan bahkan tak
pandai baca tulis itu.
Menyadari
ketidakmungkinannya menjadi pemain sepakbola, membuat Ikal puas sekedar
menjadi pendukung sepakbola terutama PSSI dengan menyebut dirinya dan
para pendukung PSSI sebagai Patriot PSSI. Atas kecintaan yang besar
terhadap sepakbola pada umumnya, dan terhadap ayahnya pada khususnya itu
pulalah yang membuat Ikal dengan penuh perjuangan mendapatkan baju
seragam sepakbola milik Luis Figo – langsung dari markas Real Madrid di
Santiago Bernabeu di Kota Madrid, Spanyol, dan lengkap dengan tanda
tangan asli Figo – dengan bekerja serabutan siang malam seperti yang
biasa dilakoni seorang backpacker, agar uangnya mencukupi harga
kaos itu sejumlah dua ratus lima puluh euro. Dan dia berhasil
mendapatkannya, tentu saja. Bahkan setelah itu dia berhasil juga
menonton pertanding antara Real Madrid vs Valencia, langsung dari tribun
di stadion Santiago Bernabeu.
Novel
ini memang mengupas kisah haru biru yang menyelimuti para penggila bola
di seluruh dunia. Bahwa setiap orang, penggemar fanatik sepakbola,
mempunyai kisah dan alasan tersendiri tentang mengapa mereka bisa begitu
menggilai sepakbola, yang bahkan di beberapa negara di Eropa dan
Amerika Latin, sepakbola telah menjadi “agama” bagi mereka. Di dalam
sepakbola pula, Andrea Hirata mengupas begitu banyak aspek kehidupan
yang dapat dipelajari. Sepakbola sebagai life style, sepakbola sebagai
seni, sepakbola sebagai psikologi, sepakbola sebagai sejarah, sepakbola
sebagai bisnis, sepakbola sebagai politik, sepakbola sebagai budaya,
sepakbola sebagai keikhlasan, sepakbola sebagai cinta, dan sepakbola
sebagai agama.
Novel
singkat yang dari segi sastra sangat sederhana, ringan, dan sangat
gampang dicerna orang awam ini, sangat bisa dijadikan pemompa semangat
pendukung sepakbola Indonesia ditengah carut-marut kemelut PSSI dan
liga-liga di Indonesia. Semoga dapat memberikan inspirasi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar